Kamis, 05 Februari 2009

DARI MANA MEMBANGUN MALUKU UTARA



Pembangunan Maluku Utara dalam 5 tahun terakhir harus diakui belum menunjukan kinerja yang baik, jika tidak ingin dikatakan gagal, oleh karena gejala yang tergambar dari berbagai data yang disajikan oleh BPS, utamanya dalam prespektif ekonomi, tidak memberikan dampak bagi membaiknya ekonomi rumah tangga masyarakat, alokasi investasi pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus bagi membaiknya perekonomian ternyata tidak memberikan dampak yang berarti, Laju pertumbuhan ekonomi yang oleh BPS dan BAPPEDA, berasumsi rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 5%, hingga tahun 2006 pertumbuah ekonomi mencapai 6%, bahkan yang jauh lebih spektakuler pada pemerintah kota Ternate yang tahun 2007 mengasumsikan pertumbuhan mencapai 8% dengan gambaran seolah-olah tingkat kemakmuran telah terbentuk, dan memiliki implikasi meluas ke masyarakat, ternyata bahwa pertumbuan ekonomi yang terus membaik itu disumbangkan oleh sektor komunikasi dan transportasi, serta diikuti dengan jasa-jasa lainnya, yang memiliki tingkat serapan angkatan kerja yang sangat rendah, dan yang mengagetkan lagi oleh karena alokasi investasi pemerintah yang tergambar dalam APBD Provinsi dan 8 Kabupaten/Kota, yang mengalokasikan belanja perjalanan dinas yang relatif besar, dan memberikan efek yang sangat tinggi terhadap permintaan terhadap kebutuhan transportasi, yang diikuti dengan terbukanya jaringan komunikasi dan informasi yang menyebar hampir merata di Maluku Utara, sehingga permintaan terhadap konssumsi Pulsa sangat tinggi, dan berbagai faktor-fakor lain yang berpengaruh, dampak yang sangat terasa lainnya dari laporan BANK INDONESIA, dari simpanan masyarakat di Bank-Bank di Maluku Utara dibandingkan dengan serapan kredit hanya mencapai 16,57%, dan dominasi kridit diserap pada kredit konsumsi, serta lakon-lakon yang memanfaatkan kridit konsumsi adalah pegawai negeri sipil dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi atas rumah, haji, dan ornamen lainnya. Apa yang menjadi buruk, bahwa kelompok usaha utamanya KUKM yang menjadi pilar ekonomi rakyat, tidak dapat memanfaatkan secara optimal kridit yang disalurkan oleh Bank, oleh karena Bank dengan alasan pengetatan kresit, secara sangat selektif memberikan kredit kepada masyarakat, bahkan kredit yang telah dijaminkan oleh pemerintah pusat pun sulit diakses oleh KUKM, dan menjadi dana mengedap di Bank-bank.
Keterpurukan ini ditambah dengan asumsi keliru dari pemerintah, yang mengejar PAD melalui bunga Bank, sehingga pemerintah berupaya mengalokasikan simpanan yang relatif besar pada setiap tahun anggaran, dan sangat lucu lagi pemerintah memandang positif jika setiap tahun pemerintah mengalami surplus, dengan asumsi keuntungan setiap tahun, asumsi keliru inilah yang membuat anggaran masyarakt tidak termanfaatkan bagi pembangunan masyarakat. tetapi lebih pada alokasi bagi PAD, dan selanjutnya Bank menggunakan untuk menyimpan melalui SBI, pertanyaan lanjutnya siapa yang dirugikan ???
So pasti yang dirugikan adalah rakyat, oleh karena dana dimaksud mestinya menjadi bangunan sekolah, Puskesmas, Pustu, Polindes, dan fasilitas layanan publik lainnya, dan implikasi aliran anggaran pada upaya perbaikan ekonomi masyarakat, harus mengalami penundaan.
Ketidak sadaran inilah sehingga pada tahun 2006, seorang kepala daerah mengebu-gebu dengan gaya yang khas dalam menyampaikan LKPJ, dengan suara yang lantang "Posisi Keuangan Pemda Tahun 2005 mengalai surplus, yang menunjukan bahwa kita sukses membangun" hal ini menunjukan bahwa ketidak tahuan membawa kita kepada kemudaratan yang berrantai. Semoga tahun-tahun mendatang tidak ada lagi pemimpin yang banga dengan kegagalan investasinya kepada rakyatnya. Amin

Tidak ada komentar: