Minggu, 08 Februari 2009

MASA DEPAN ANAK-ANAK KITA

Masa depan bangsa ada di generasi yang dibentuk oleh sebuah pergemulan pembangunan yang menjadi inti dari kesepakatan bernegara, jika pembangunan tidak dapat menjamin proses pencerdasan anak bangsa buat apa ada negara, jika negara tidak menjamin kelangsungan hidup rakyat buat apa ada negara, begitu banyak hal yang dititipkan kenegara untuk mengelola, sebegitu pula negara memberikan ruang bagi rakyat untuk memproses pembangunan menjadi satu kesatuan yang utuh antara lakon negara dan rakyatnya, sehinga simetris antara apa yang dicitakan rakyat dan negara sebagai wakil rakyat.
Maluku Utara terkesan kehilangan makna pembangunan, dari presepsi keliru tentang pengelolaan daerah, sehingga sadar atau tidak masyarakat kehilangan nilai-nilai babari, bakutolong, bahatup atau apa lagi nama lainnya, yang membawa kebersamaan pengelola daerah dan masyarakat, dari prilaku mengeklusifkan diri mereka-mereka yang diberi tangungjawab mengelola daerah, lihat saja bagaimana para kepala dinas yang seolah-olah menjadi manusia super yang butuh dihormati, butuh dilayani, dan jika berkumpul bersama rakyat harus punya tempat sendiri yang lebih wah dari masyrakat lainnya, karena itu jarak yang jauh ini mengakibatkan komunikasi bersama rakyat menjadi tidak sangat efektif, dan jauh lebih sial lagi Bupati, Walikota dan Gubenur menerima laporan dari kelompok yang eklusif, sehingga laporan yang indah, seolah-olah masyarakat maluku utara tidak lagi memiliki soal-soal mendasar yang harus di benahi, dari jaminan negara terhadap rakyatnya.
Dari sinilah kita memotret bagamana sektor pendidikan dielola untuk bangunan anak-anak bangsa menjadi cerdas di lahan yang subur, dipantai yang berlimpah ikan diperut bumi yang begitu banyak kandungan mineral, tapi anak-anak kita kehilangan kompetensi, kehilangan kecerdasan dari potensi diri yang terpendam, oleh karena kita salah mengelola anak-anak kita menjadi cerdas, yang kita titipkan kepada negara untuk mengurusnya.
Belum sampai pada memikirkan sekolah unggulan, soal dasar pada pemerataan distribusi guru disetiap jenjang pendidikan, belum lagi guru mata pelajaran yang hampir-hampir tidak tersedia, survei menunjka bahwa ketidak tersediaan guru mata pelajaran kimia, ekonomi, sosilogi, geografi, dan lainya harus diisi oleh guru yang memegang mata kulia lain, di halsel ada seorang guru agama mengajarkan kimia, di halteng seorang guru pancasila mengajarkan ekonomi, di haltim guru bahasa indonesia mengajakan matematika, dan begitu banyak fenomena yang mengagetkan kita semua karena wajah kita begitu kusam dari cara kita mengelola pendidikan yang tidak cerdas.
Jauh lebih mengagetkan kita ketika bangun pagi disajikan Malutpos tentang perebutan jabatan oleh para pejabat dengan konsep balas jasa (Tim sukses conection) sehingga dinas pendidika yang menjadi garda terdepan mengelola kecerdasan anak diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten, atau soal anggaran pendidkan di Provinsi, yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan perjalanan dinas gubernur yang luar biasa besar di titipkan pada Sekretariat daerah, atau di pemerintah kota yang mengalokasika pendidikan lebih pada sumber yang sudah diproteksi pemerinta pusat yaitu DAK, sehingga terkesan besar, yan dihitung gaji guru dimasukan sebagai komponen dari sektor pendidikan (Tidak sesuai dengan TAP MPR) sehingga kota Ternate sebagai wajah dari Maluku Utara juga masih begitu banyak persoalan pendidkan yang tak teratasi, lihat saja pendidikan usia dini, yang kurang mendapat proporsi bagi pembentuka landasan kecerdasan anak diabaikan pemerintah, dan jauh lebih terkosentrasi pada bangunan sekolah, pagar, dan ornamen-ornamen sekolah, dan mengabaikan substansi pendidikan yaitu pengembangan tenaga kependidikan, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain yang dapat membentuk kecerdasan anak, bukan pada kemegahan sekolah, sehingga SMAN 1 Ternate dengan kegamangan pembangunan tidak ada lagi ruang bagi ekspresi anak didik.
Begitu banyak soal dari kabupaten lain yang jauh lebih menyedihkan, tentu tidak akan termuat diblo yang terbatas ini, tapi dari dua kasus pemda diatas, anda bisa mencerna sesunguhnya soal kita yang jauh lebih berat adalah membentuk generasi yang lebih baik dari generasi yang kita alami, sudahi kebodohan masyarakat, sudahi bodo-bodohi masyarakat, jika tidak masyarakat akan bangkit dan melawan kebodohan pemerintah. Semoga tidak, maka mulailah berbenah untuk kemaslahatan bersama. AMIN

Tidak ada komentar: